Latest Updates

Jadwal Cak Nun Juni 2013

Jadwal Cak Nun Juni 2013

Launching Buku "Acropolis, Kerajaan Nalar"
Tempat : Menggala Tulang Bawang, Lampung
Waktu : 2 Juni 2013, pukul 19.00 WIB
Pengisi Acara : Cak Nun, Mahfud M.D., KiaiKanjeng

Senandung Damai Bratasena
Tempat : Lapangan CPB Rajolamo, Tulang Bawang, Lampung
Waktu : 3 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Cak Nun, KiaiKanjeng, Masyarakat Umum, dll

Diskusi Bulanan Art Music Today "Emansipasi Improvisasi"
Tempat : Rumah Budaya EAN, Jl. Wates km 2,5 Gg. Barokah No. 287 Kadipiro, Jogja
Waktu : 03 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Yasudah (Solo), Jay Afrisando, Dias Agusta, dll

Kenduri Cinta
Tempat : TIM Jakarta
Waktu : 7 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Nursamad Kamba, Beben Jazz, dll

Mocopat Syafaat
Tempat : Kompleks TKIT Alhamdulillah, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Jogja
Waktu : 17 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : KiaiKanjeng, Mustofa W. Hasyim, KMS, dll

Concert de Musique Sacrée Indonésienne
Tempat : Maroko
Waktu : 19 - 20 Juni 2013
Pengisi Acara : Cak Nun, KiaiKanjeng, KBRI, dll

Padhangmbulan
Tempat : Menturo Sumobito, Jombang, Jatim
Waktu : 23 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Ahmad Fuad Effendy (Cak Fuad), dll

Gambang Syafaat
Tempat : Kompleks Masjid Baiturrahman Simpanglima, Semarang, Jateng
Waktu : 25 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Saratri Wilonoyudho, Pak Ilyas, Anis Sholeh Ba'asyin, dll

Reuni Akbar Alumni IAIN Walisongo
Tempat : Gd. Aula IAIN Walisongo, Jl. Walisongo No 3-4 Semarang, Jateng
Waktu : 26 Juni 2013 12.00 WIB
Pengisi Acara : Cak Nun, KiaiKanjeng, dll

Pengajian Akbar
Tempat : Kampus STAI-YO Wonosari, Gunung Kidul, Jogja
Waktu : 29 Juni 2013 19.00 WIB
Pengisi Acara : Cak Nun, KiaiKanjeng, dll

Belajar Diplomasi Madura dari Emha


Sikap unik orang Madura kerap menjadi inspirasi bagi budayawan Emha Ainun Nadjib. Di sela-sela sambutannya, Emha kerap menyuguhkan cerita lucu seputar orang Madura. Untuk diplomasi ke depan, kata Emha, Indonesia butuh diplomasi ala Madura.

Diplomasi ala Madura ini dipaparkan Emha saat didaulat menjadi pembicara dalam peluncuran buku biografi (mantan) Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Buku berjudul Biografi Mahfud MD Terus Mengalir itu diluncurkan di kantor MK Jakarta, Senin 4 Maret 2013.

Emha dengan gayanya yang lugas namun tetap tenang langsung menyedot tawa hadirin yang hadir. Emha secara khusus mengumbar humor seputar orang
Madura. Ini tak lain dikarenakan sosok Mahfud MD yang memang berasal dari pulau penghasil garam di Jawa Timur. Lantas, Emha mulai mengulas sosok Mahfud MD dari namanya. “Pak Mahfud ini dekat dengan Tuhan. Namanya saja Mahfud. Dan Tuhan punya buku nasib namanya lauhul mahfudz,” paparnya. Tawa hadirin mulai berderai.

Dalam bahasa Arab, mahfud mengandung arti yang dijaga. “Jadi, nggak usah mendorong-dorong Pak Mahfud jadi presiden. Biarkan saja di jalan Allah. Pasti sudah dijaga. Kalau nanti Pak Mahfud nggak jadi presiden, pasti dia akan begini,” ujar Emha sambil memeragakan orang yang berkacak pinggang dan mendongakkan kepalanya ke langit.

Bagi orang Madura, mendongakkan kepala ke atas dan menatap langit merupakan tanda protes kepada Tuhan. “Kalau sudah begitu, Tuhan berpikir. Wah, kalau orang Madura marah bisa gawat. Hanya orang seperti Pak Mahfud yang bisa begitu,” kelakar Emha yang langsung disambut tawa terpingkal-pingkal.

Humor seputar sikap unik orang Madura mulai ditebar Emha. Diceritakannya, ada seorang nelayan asal Madura yang tidak mendapat ikan seekor pun saat melaut. Padahal hari sudah menjelang senja. Nelayan ini merasa heran dan lalu mendongakkan kepalanya ke langit. “Katanya, Allah itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Tapi mana? Kok sampai sore nggak dikasih ikan?” keluh si nelayan sebagaimana ditirukan Emha.

Atas kemurahan-Nya, tetiba ada lima ekor ikan melompat ke perahunya. Si nelayan Madura ini rupanya masih protes. Lima ekor ikan hanya cukup untuk makan dia, istrinya, berikut tiga orang anaknya. “Mbok ditambah yang Allah, masak cuma lima,” protesnya.

Ajaib, beberapa ikan berlompatan ke perahunya. Setelah lumayan penuh, barulah si nelayan ini mendarat. Dari jauh dia melihat ada kebakaran di desanya. Api membumbung tinggi dari sebuah rumah.

“Cak itu rumah siapa yang terbakar?” tanya si nelayan kepada orang di pantai.

“Itu rumah sampeyan cak,” jawab si orang tersebut yang tak lain adalah tetangganya.

“Nah, nelayan Madura ini bukannya malah berlari untuk menolong. Tapi dia malah berkacak pinggang dan melihat ke langit dan bilang begini. Ya Allah, mengapa juga masalah di laut Engkau bawa-bawa ke daratan,” urai Emha. Kembali tawa memenuhi ruangan.

Bertolak dari leluconnya itulah, Emha mengingatkan, kekakuan politik yang terjadi saat ini hanya bisa diterobos oleh orang-orang Madura seperti Mahfud MD. Tanpa melalui jenjang sekolah formal, menurut Emha, orang-orang Madura sudah terlatih untuk berdiplomasi. Ini dikarenakan, kata yang keluar dari mulut orang Madura belum tentu bisa dijamin kebenarannya seperti yang diucapkan. Pernyataan Emha ini lagi-lagi menggelitik saraf tawa hadirin di ruangan.

“Jadi diplomasi masa depan adalah diplomasi orang Madura. Bagaimana caranya agar kita (bangsa Indonesia) bisa tidak manut (baca: menurut) kepada IMF, Bank Dunia, atau negara adi kuasa tanpa menyakiti mereka, hanya orang Madura yang bisa melakukannya,” tegas budayawan asal Jombang Jawa Timur ini.

Kembali Emha menyodorkan guyonannya seputar aksi orang Madura yang masuk ke Senayan secara gratis dan menonton pertandingan bola antara Indonesia melawan Malaysia. Sebelum menonton, orang Madura ini memotong rambutnya dengan gaya cepak tak ubahnya tentara. Saat memasuki pintu pemeriksaan tiket, si orang Madura hanya berujar, “Anggota.” Beberapa polisi curiga. Lantas polisi meminta bantuan personel TNI untuk menyelidiki si orang Madura yang mengaku sebagai “anggota” ini. Seorang anggota intel TNI lantas mendekati si orang Madura.

“Halo ndan (maksudnya komandan),” sapa si intel.

“Lho nama saya bukan Hamdan,” sahut si orang Madura.

“Lho bapak anggota kan?” selidik si intel.

“Iya, saya anggota,” timpal si orang Madura.

“Lho satuannya apa?” kembali si intel bertanya.

“KUD saya!” tukas si orang Madura.

“Itu lho hebatnya orang Madura, cukup jadi anggota koperasi unit desa atau KUD bisa masuk Senayan gratis hanya dengan memberi sikap hormat dan menyebut kata anggota. Hanya orang Madura yang bisa seperti ini,” jelas Emha.

Di mata Emha, sosok Mahfud MD tak hanya bisa disebut sebagai ahli hukum atau ahli konstitusi. Untuk menjadi seorang ahli hukum, lanjut Emha, seseorang cukup belajar hukum, ilmu pendukungnya, berikut filosofi hukum. Bagi Emha, sosok Mahfud MD lebih tepat disebut sebagai ahli keadilan.

Menurutnya, kata ahli berasal dari bahasa Arab yakni ahlun yang berarti tuan rumah. Jadi, ahli keadilan bisa diartikan sebagai tuan rumah keadilan. “Supremasi hukum itu yang memikirkan adalah para pakar hukum. Adapun yang dipikirkan Mahfud MD adalah supremasi keadilan. Orang yang ahli keadilan itu hidupnya adil, hatinya adil, pikirannya adil, sama istrinya adil, dan sama rakyat juga adil,” papar Emha yang disambut tepuk tangan.

Guyonan Emha perihal sikap unik orang Madura bukan hal baru. Di beberapa kegiatan seni budayanya bersama Kyai Kanjeng, Emha selalu menyelipkan kisah orang Madura. Pernah dipaparkannya kisah nelayan Madura yang ditangkap polisi Malaysia yang melanggar batas perairan negara tetangga itu. Singkat cerita, nelayan asal Madura ini ditangkap dan diinterogasi. Terjadilah percakapan sebagai berikut.

“Bapak ini melanggar batas perairan wilayah Malaysia!” gertak polisi Malaysia.

“Sampeyan ini gimana? Kok saya dikatakan melanggar. Saya kan cuma mencari ikan,” jawab si nelayan Madura tak mau kalah.

“Lho, bapak masuk wilayah perairan Malaysia tanpa izin!” sergah si polisi Malaysia.

“Pak, saya ini mencari ikan dari Indonesia. Lha ikannya lari sampai Malaysia. Ya saya kejar!” jawab si nelayan Madura lugas. Polisi Malaysia akhirnya tak bisa berkata-kata.

Salam tawa, dan berbanggalah Indonesia punya Madura.

Oleh: Wildan Hakim, mantan reporter KBR 68H Jakarta. Lulusan dari S2 Manajemen Komunikasi UI. Kini bekerja sebagai konsultan komunikasi untuk PNPM Mandiri Perkotaan.
Sumber: www.kompasiana.com


sumber gambar : caknun.com

Diskusi Buku “Indonesia Bagian Dari Desa Saya”

Diskusi Buku “Indonesia Bagian Dari Desa Saya”

Rumah Budaya Emha Ainun Nadjib bekerjasama dengan Penerbit Buku Kompas akan menggelar diskusi buku “Indonesia Bagian Dari Desa Saya” karya Emha Ainun Nadjib pada Jum’at 3 Mei 2013 pukul 19.00 WIB bertempat di Rubud EAN Jl. Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta.
Hadir sebagai pembicara adalah Toto Rahardjo (konsultan sosial-pendidikan dan pendiri Sanggar Anak Alam Yogyakarta), EH. Kartanegara (penulis dan fotografer dari Pekalongan) dan Patricius Cahanar (Manager Eksekutif Penerbit Buku Kompas). Pada sesi akhir diskusi ini nanti Budayawan Emha Ainun Nadjib akan memberikan pitutur budaya. Sementara itu, kelompok musik The Simple Life, dari Universitas Negeri Yogyakarta, juga akan berpartisipasi mempersembahkan sejumlah nomor lagu.
Buku “Indonesia Bagian Dari Desa Saya” ini diterbitkan kembali oleh Penerbit Buku Kompas setelah hampir 30 tahun lalu diterbitkan oleh Penerbit Jatayu Surakarta dan SIPRESS Yogyakarta. Buku ini merekam pemikiran-pemikiran sosial Emha Ainun Nadjib pada masa akhir tahun tujuh puluhan mengenai pelbagai persoalan sosial-kebudayaan Indenesia. Pergeseran nilai-nilai di dalam masyarakat Indonesia pada skala lokal-desa hingga perkotaan-modern dideskripsikan dan dianalisis secara khas dan detail oleh budayawan Emha Ainun Nadjib dalam 29 esainya yang terhimpun dalam buku ini.
Menariknya, substansi-substansi persoalan yang menjadi sorotan Emha saat itu bisa dikatakan tetap berlangsung hingga saat ini. Sekurang-kurangnya hal itu dapat dirasakan ketika membaca esai-esainya berjudul ‘Nonton Pisyi’, ‘Apa Ada Angin di Jakarta’, ‘Dari Kelontong Pinggiran ke Kubu-Kubu Metropolitan’, ‘Berapa Jumlah Hasan di Desa’, ‘Miskin Pola Ekspresi:Salah Satu Masalah Anak-anak Muda Kita’, ‘Potensi Epigonis Masyarakat Kita’, ‘Anak-anaku, Siapakah Sebenarnya Engkau’, dan ‘Indonesia Bagian Dari Desa Saya itu sendiri yang diangkat sebagai judul buku ini.
Dengan diskusi buku ini, diharapkan kesadaran akan pergeseran sosial dalam masyarakat Indonesia yang senantiasa terus berjalan dapat kembali dicermati dan direnungi bersama demi menatap masa depan secara lebih jernih dan kreatif di tengah kemungkinan kita tak lagi merasa perlu akan analisis-analisis sosiologis dalam membaca perkembangan zaman. Karenanya, dalam segmen Pitutur Budaya nanti Budayawan Emha Ainun Nadjib akan menyampaikan refleksi sosial-historis atas pelbagai dinamika kemasyarakatan di sekitar kita.

Jadwal Maiyah Mei 2013

Jadwal Maiyah Mei 2013

Sedulur semua. Berikut saya berikan jadwal maiyah bulan Mei 2013. 


  • Selasa, 7 Mei 2013, 09.30 WIB | Diskusi Buku Dwilogi Markesot Bertutur bersama Emha Ainun Nadjib, Dr. Saratri Wilonoyudho, dan EH Kartanegara | Gedung Serba Guna FIP Unnes Semarang.
  • KENDURI CINTA | "Sumpah Berbisik" | Jum'at, 10 Mei 2013, 20:00 WIB | Taman Ismail Marzuki, Jakarta
  • MOCOPAT SYAFAAT | Jum'at, 17 Mei 2013, 20.00 WIB | Kompleks TKIT Alhamdulillah, Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta.
  • PADHANG MBULAN | Jum'at, 24 Mei 2013, 19:00 WIB | Menturo, Somobito, Jombang.
  • GAMBANG SYAFAAT | Sabtu, 25 Mei 2013, 20:00 WIB | Masjid Baiturrahman, Semarang.



Terima kasih,
Progress


Agenda Rumah Budaya Cak Nun

Agenda Rumah Budaya Cak Nun

Berikut Agenda Cak Nun tanggal 2 dan 3 Mei 2013.

  • Kamis, 2 Mei 2013, 19:00 WIB | Diskusi #ArtMusicToday-4 "Musik Progresif Kita" | Rumah Budaya EAN, Jl. Wates 2,5 km, Gg. Barokah 287, Kadipiro - Yogyakarta
  • Jum'at, 3 Mei 2013, 19:00 WIB | Diskusi Buku: "Indonesia Bagian dari Desa Saya" | Rumah Budaya EAN, Jl. Wates 2,5 km, Gg. Barokah 287, Kadipiro - Yogyakarta

Terima kasih,
Progress